[14 Juni] Indonesia telah menjadi negara importir minyak sejak 2004. Cadangan minyak Indonesia diprediksi akan habis dalam12 tahun lagi.
Karena
itu pemerintah dipaksa memutar otak mencari energi alternatif. Salah
satu usulan alternatif yang terbaik adalah dari kelapa sawit.
Founder
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Arifin Panigoro menyatakan
jika Arab Saudi punya limpahan minyak, maka kita memiliki limpahan
kelapa sawit. Apalagi mengingat, Crude Palm Oil (CPO) menguasai 47% dari
pangsa pasar global.
"Sawit itu di depan mata sebetulnya, asal
skalanya dekat dan lebih cepat. itu sawit prosesnya simpel dari CPO ke
diesel cepat dan murah. Jadi enggak serumit kilang minyak," kata Arifin
seperti dikutip, Jumat (14/6/2013)
Sayangnya, setiap tahun 30
juta ton CPO di ekspor ke negara-negara maju yang sebenarnya diolah
menjadi energi. Padahal, dari bahan baku ini dapat diproduksi bahan
bakar nabati atau biodiesel. Produksinya melalui reaksi metanolisi atau
etanolis minyak lemak nabati.
"Sekarang saja punya 5 juta ton itu
setara minyak 100 barel per hari. Kalau minyak kebutuhannya 1,5 juta
barel per hari, jadi paling 6% (biodisel). Tapi nggak apa-apa sedikit,
dari pada tidak sama sekali," ujarnya.
Ia menawarkan beberapa
tahapan pengembangan biodiesel. Dalam jangka pendek (3 tahun),
pemerintah cukup mengatur regulasi yang dimulai dari bauran biodiesel
dalam bahan bakar 10-20%. Kemudian penetapan harga regional,
desentralisasi fasilitas produksi dan kurangi impor solar.
Untuk
jangka menengah (11 tahun), regulasi bisa ditingkatkan untuk
pengendalian harga CPO, pembentukan biodiesel fund dan pengenaan pajak
ekspor CPO yang lebih tinggi.
Jangka panjang (20 tahun),
pemerintah bisa memperkuat insentif fiskal untuk infrastruktur dan
perijinan. Kemudian perluasan perkebunan sawit dan akses pembiayaan.
detik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar