Usai
sudah segala rangkaian acara ‘Menyinari Borobudur’ atau ‘Solarizing
Borobudur’ yang diselenggarakan selama tiga minggu oleh Greenpeace di
areal pelataran Taman Lumbini dan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah. Minggu malam, 28 Oktober 2012, kurang lebih 800 orang
menjadi saksi prosesi penyalaan Candi suci Borobudur menggunakan tenaga
surya.
Menurut Dawn Gosling dari Greenpeace Asia Tenggara dalam
sambutannya mengatakan, program menyinari Bodobudur ini dimulai sejak
dua pekan lalu sebagai simbolisasi langkah pertama menuju revolusi
energi di Indonesia. “Langkah untuk menjauh dari ketergantungan terhadap
bahan bakar fosil yang kotor seperti batubara dan nuklir yang
berbahaya,” kata Dawn Gosling usai menekan tombol yang mengaktifkan 10
titik lampu tenaga surya di kaki Borobudur dari Climate Rescue Station.
Greenpeace
terinspirasi untuk bekerja menuju masa depan Indonesia yang lebih
bersih, hijau dan aman dengan ditopang energi terbaharukan seperti
angin, surya dan panas bumi yang memenuhi standar kelestarian
lingkungan. “Semoga di Borobudur ini menjadi momen pencerahan bagi masa
depan energi terbaharukan. Revolusi energi sekarang,” tambah Dawn
Gosling.
Sayangnya, Indonesia masih sangat tergantung dengan bahan
bakar fosil, terutama batubara. Menurut Hindun Mulaika, Juru Kampanye
Iklim dan Energi terbarukan Greenpeace dalam sambutaanya mengatakan,
dari kondisi geografis Indonesia, sistem listrik nasional saat ini masih
terfragmentasi.
Sepertiga
masyarakat Indonesia belum dapat menikmati listrik dari negara.
Generator dan diesel yang mahal dan berbahan bakar minyak menjadi
satu-satunya sumber energi listrik bagi masyarakat di kawasan terpencil.
Pembangkit listrik tenaga terbarukan berskala kecil yang
terdesentralisasi serta mandiri akan memberikan akses kepada masyarakat
terhadap listrik yang bersih dan membantu mereka meninggalkan diesel dan
gas yang mahal. “Mereka juga punya hak kebutuhan terhadap energi,” kata
Hindun.
Dukungan akan kampanye positif yang dilakukan oleh
Greenpeace ini mendapatkan dari dukungan dari para musisi yang merasa
senang bisa tampil di panggung Climate Rescue Station (CRS), menyuarakan
perubahan penggunaan energi dari fosil yang kotor menuju energi
terbarukan yang ramah akan lingkungan.
Salah
satu artis pengisi acara, Poppy Sovia kepada Mongabay Indonesia
mengatakan, sangat senang bisa partisipasi dalam kampanye ini. Ini
adalah yang pertama kali bagi dirinya manggung dengan energi surya dan
angin, yang natural dan ramah lingkungan. “Ke depan masyarakat dan
pemerintah kita harus sadar akan penggunaan energi terbarukan yang
bersih ini,” kata Poppy.
Senada dengan Poppy, salah satu personil
Jogja Hiphop Foundation, Marzuki Mohamad yang dikenal sebagai Kill the
DJ kepada Mongabay Indonesia mengatakan, mereka mengapresiasi apa yang
dilakukan oleh kawan-kawan Greenpeace. “Alam selalu memberi apa saja,
akan tetapi manusia selalu mengambil kekayaan alam, tanpa peduli akan
dampaknya,” kata Marzuki.
Climate Rescue Station (CRS) yang
digunakan dalam acara Solarizing Borobudur ini adalah bola dunia dengan
struktur empat lantai yang digunakan sebagai museum untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang solusi energi terbarukan dan memerangi
perubahan iklim.
Menurut Arif Fiyanto, dari Greenpeace kepada Mongabay Indonesia
mengatakan, CRS pertama kali diluncurkan di Polandia pada tahun 2008, di
salah satu daerah pertambangan batubara di Eropa yang mengekspos
bagaimana batubara menghancurkan mata pencaharian masyarakat dan
kesehatan masyarakat sekitar. “Saat ini CRS berada di Indonesia untuk
menunjukkan betapa mudahnya penggunaan energi terbarukan dan cepatnya
sistem energi terbarukan dapat diterapkan. Dan ini butuh dukungan dari
semua kalangan” kata Arif.
Sumber: MongaBay
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar